Cari :

Sabtu, 21 November 2009

BAGAIMANA MASA DEPAN PENDIDIKAN PEMUDA INDONESIA?

Masa depan pemuda Indonesia jelas terkait dengan sistem pendidikan di Indonesia sendiri. Bila kita lihat,pendidikan di Indonesia masih sangat tidak karuan. Contohnya biaya pendidikan yang masih tinggi sehingga banyak anak – anak yang tidak dapat menunaikan kewajibannya sebagai seorang anak Indonesia, fasilitas sekolah yang masih sangat terbatas di daerah terpencil, bahkan sulitnya melanjutkan ke jenjang selanjutnya.
Di Indonesia terkenal sistem 3 hari berat bagi siswa/i sekolah yaitu UAN (Ujian Akhir Nasional) Siapa yang tidak kenal dengan Ujian Akhir Nasional atau Ebtanas? Semua orang Indonesia pasti mengenal ujian ini. Pendidikan terdiri dari dua dimensi: proses dan hasil. Keduanya sangat terkait dan tidak pernah tuntas selama manusia masih bernapas. Kedua dimensi ini memang perlu dinilai dan dievaluasi. Angka 4.01 tidak berarti apa-apa jika kita mau menilai suatu proses pendidikan. Bahkan untuk menilai “hasil,” angka tersebut juga menyesatkan. Apalagi tujuan dan prosedur pelaksanaan UAN ini juga masih belum jelas. Sangat disayangkan apabila ada siswa yang gagal dalam ujian. Mereka tidak akan hanya menangis atau menyesal saja bahkan ada yang bunuh diri akibat stress harus menanggung malu bagi dirinya maupun orang tuanya.
Biaya bisa dibilang menjadi faktor besar bagi pendidkan di Indonesia. Menurut beberapa orang,hanya orang – orang kaya saja yang dapat menjadi orang pintar. Tentu saja, karna dilihat dari segi fasilitasnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan di Indonesia ini masih melibatkan uang yang besar. Contohnya,bagi siswa/i ada pada kalangan atas yang akan menghadapi ujian akhir, mereka dapat mengikuti bimbingan belajar yang bisa menghabiskan puluhan juta rupiah. Atau bahkan membeli kunci jawaban dengan harga tinggi dari pihak – pihak tertentu.
Lalu, bagaimana dengan siswa/i yang berada pada kalangan bawah? Bukan berarti semua orang dikalangan bawah tidak pintar. Hanya saja mereka terbentur dengan fasilitas yang tidak memadai. Sehingga dengan terpaksa mereka menerima nasib mereka. Sangat dibutuhkan kerja pemerintah untuk membantu potensi – pptensi generasi penerus yang terbentur fasilitas seperti mereka. Banyak juga program dari pemerintah yang sudah diadakan seperti BOS, beasiswa dan lain – lain.
Namun, tidak semua pemuda pemudi Indonesia terpuruk dalam bidang pendidikan. Indonesia memiliki banyak calon pemuda pemudi yang tidak kalah saing dengan orang – orang di luar negeri. Berikut ini adalah sebuah profil dari salah satu pemudi bangsa yang sukses di luar negeri.
Bernama Dr Eng. Eniya Listiani Dewi, B. Eng, M. Eng Selama belajar 10 tahun hingga memperoleh gelar doktor di Jepang, 1993-2003, inspirasi puncak Eniya Listiani Dewi meretas jalan menuju ”kota hidrogen” di Indonesia, seperti tahun 2003 saat Jepang mulai mewujudkannya di kota industri otomotif, Fukuoka. Eniya berhasil membuka jalan ke kota hidrogen setelah memproduksi ”jantung” sel bahan bakar hidrogen dengan komponen lokal 80 persen sehingga harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan pasaran di Asia kini.
Masyarakat Ilmu Polimer Jepang memberinya penghargaan atas temuan tersebut dalam simposium internasional di Kobe, 29 Mei 2009 lalu. Sebanyak 4.000 ahli polimer dari berbagai penjuru dunia diundang menghadiri kegiatan itu. Namun, pemberangkatan Eniya dan semua peserta yang lain kemudian dicegah karena saat itu Kobe terserang pandemi flu A-H1N1. Simposium dibatalkan. Simbol anugerah dikirimkan ke Indonesia dan diterima Eniya akhir Juni 2009. ”Justru masyarakat Jepang lebih dulu menghargai temuan hasil riset tim kami,” ujar Eniya, Kepala Perekayasaan Fuel Cell atau Sel Bahan Bakar pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Eniya, putri pertama dari dua bersaudara pasangan Hariyono (almarhum) dan Sri Ningsih, asal Magelang, Jawa Tengah, ini meraih banyak penghargaan di bidangnya. Memahami kota hidrogen mencakup pemenuhan kebutuhan energi masyarakat kota secara ramah lingkungan. Tujuannya, melanggengkan kehidupan kota tanpa risiko pencemaran karena sel bahan bakar hidrogen menghasilkan energi tanpa mengemisi karbon dan limbahnya hanya air dan panas.
Aplikasi sel bahan bakar untuk kota hidrogen bertujuan memenuhi kebutuhan rumah tangga, mulai dari penerangan, memasak, sampai kendaraan. Jadi, knalpot kendaraan tak mengepulkan asap, tetapi mengucurkan air murni. Menurut Eniya, Jepang membuat simulasi kota hidrogen dengan membagikan generator sel bahan bakar berkapasitas 1.000 watt-2.000 watt kepada 2.000 keluarga di Fukuoka untuk penggunaan cuma-cuma selama lima tahun. Disediakan pula angkutan umum bus dengan bahan bakar hidrogen yang ramah lingkungan.
Keinginannya mewujudkan kota hidrogen di Indonesia memang terkesan tak mungkin. Di balik itu Eniya mengungkap spirit dari teknokrat BJ Habibie dalam teknik berinovasi, yaitu start from the end atau memulai dari yang terakhir. Semoga saja, pemerintah terus melakukan perkembangan dalam bidang pendidikan. Karena Indonesia memiliki potensi besar untuk disamakan dengan negara Asia maju lainnya seperti Jepang dan Cina. Hanya dengan memperbaiki kualitas pendidikan kita dapat setara dengan negara maju itu.
Credit Kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Home

Categories